Pengaruh Konflik Peran Ganda terhadap Kinerja Karyawan Wanita
INKUBIS: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 2 No. 2 Juli 2020 105
Indonesia, jumlah angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 6.869.357 pada
tahun 1990 menjadi 36.871.239 pada tahun 2000 (BPS, Data komposisi angkatan kerja,
1990 & 2000).
Partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak tetapi juga
menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia.
Partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi atau domestik
mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran
transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan
manusia pembangunan. Peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam
kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan
dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia. Kecenderungan
wanita untuk bekerja menimbulkan banyak implikasi, antara lain renggangnya ikatan
keluarga, meningkatnya kenakalan remaja dan implikasi lain.
(P. M. Dewi, 2012) menyatakan bahwa jumlah wanita pencari kerja akan semakin
meningkat di sebagian wilayah dunia. Menurut hasil penelitian, menyebutkan bahwa
wanita (responden) ingin tetap bekerja, karena pekerjaan memberikan banyak arti bagi
diri: mulai dari dukungan finansial, mengembangkan pengetahuan dan wawasan,
memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggaan diri dan kemandirian
(meskipun penghasilan suami mencukupi), serta memungkinkan subyek
mengaktualisasikan aspirasi pribadi lain yang mendasar (seperti) memberi rasa “berarti”
sebagai pribadi, meskipun keterlibatan dalam berbagai peran ini dapat memberikan
keuntungan psiko sosial, seperti peningkatan kepercayaan diri, moral, serta kebahagiaan
(Lestari, 2016) kesulitan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan keluarga yang sering
kali bertentangan juga dapat menyebabkan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga (I. G.
A. M. Dewi, 2012).
Namun menjalani dua peran sekaligus, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai
ibu rumah tangga, tidaklah mudah. Karyawan wanita yang telah menikah dan punya
anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita single. Peran
ganda pun dialami oleh wanita tersebut karena selain berperan di dalam keluarga,
wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik pekerjaan-keluarga
menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau
kehidupan rumah tangga (Ruswanti & Jacobus, 2013). Karyawan yang tidak dapat
membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat
menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut
sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan. Di satu sisi
perempuan dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengurus dan membina keluarga
secara baik, namun disisi lain, sebagai seorang karyawan yang baik mereka dituntut
pula untuk bekerja sesuai dengan standar perusahaan dengan menunjukkan performa
kerja yang baik. Wanita untuk peran tersebut terbagi dengan perannya sebagai ibu
rumah tangga sehingga terkadang dapat mengganggu kegiatan dan konsentraasi di
dalam pekerjaannya (Andriyani, 2014), sebagai contoh perusahaan merasa sulit
menuntut lembur ataupun menugaskan karyawan wanita yang telah menikah dan punya