Hubungan Kepemimpinan Sekolah dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Kerja Guru

INKUBIS: Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Vol. 2 No. 1 Juli 2020


HUBUNGAN KEPEMIMPINAN SEKOLAH DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN MOTIVASI KERJA GURU DI UPTD PENDIDIKAN KECAMATAN SINDANGAGUNG KABUPATEN KUNINGAN


Feri Herdiyanto

Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC) Jawa Barat, Indonesia

Email: fhardiyanto89@gmail.com


INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima 12 Mei 2020

Diterima dalam bentuk revisi 16 Juni 2020

Diterima dalam bentuk revisi 15 Juli 2020


Maksud penelitian ini adalah untuk menyimpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk membahas masalah yang diidentifikasi. Adapun tujuan penelitian ini adalah Mengetahui, memahami, dan menganalisis bagaimana hubungan kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi terhadap motivasi kerja guru di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis korelasional. Penelitian ini bersifat non eksperimen dan data dijaring dengan menggunakan kuesioner yang berbentuk skala. Hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat tersebut dapat digambarkan dalam bentuk konstelasi hubungan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, pada bab ini akan diketengahkan kesimpulan dan saran yang bersifat sintetik dan sistemik. Kesimpulan yang rumusannya bersifat umum yang merupakan dasar bagi pengkajian selanjutnya berupa saran penelitian.

Kata kunci:

Kepemimpinan; budaya organisasi; motivasi kerja;




Pendahuluan

Pendidikan nasional sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama berkaitan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang SISDIKNAS), manajemen, dan kurikulum, yang diikuti perubahan-perubahan teknis lainnya. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat memecahkan berbagai permasalahan pendidikan, baik masalah-masalah konvensional maupun masalah-masalah yang muncul bersamaan dengan hadirnya ide-ide baru (masalah inovatif) (Tajibu, 2019). Di samping itu, melalui perubahan tersebut diharapkan teciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, untuk mempersiapkan bangsa Indonesia memasuki era globalisasi (Dacholfany, 2017).

Dalam suatu organisasi, faktor manusia menjadi kunci pokok yang sangat menunjang terhadap kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini, manusia memerlukan sarana dan prasarana yang memadai sebagai penunjang untuk mencapai tujuan organisasi. Karena tanpa adanya sarana dan prasarana yang mendukung, manusia tidak dapat menjalankan program-program yang telah ditetapkan (Larasati, 2018).

Kepemimpinan merupakan masalah sentral di dalam kepengurusan organisasi, maju mundurnya organisasi, dinamis tidaknya, tumbuh kembangnya, mati hidupnya organisasi, senang tidaknya orang bekerja dalam organisasi, serta tercapai tidaknya tujuan organisasi, sebagian ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi yang bersangkutan (Utaminingsih, 2014).

Istilah kepemimpinan sama tuanya dengan sejarah kehidupan manusia, sejak manusia sadar akan dirinya, tidak ada sekelompok manusia pun dalam kehidupan sosialnya yang tidak mempunyai pemimpin, karena pemimpin dianggap turut menentukan usaha memperoleh apa yang menjadi kebutuhan cita-cita masyarakat itu sendiri, pemimpin adalah orang yang membimbing dan mengarahkan orang lain untuk bertindak.

Melihat pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas dalam menjalankan kegiatan organisasi, maka dibutuhkan pemimpin yang mampu menggerakkan seluruh personal yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain, suatu organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan memimpin dengan baik agar mampu secara bersama-sama dengan seluruh komponen organisasi yang ada untuk mencapai tujuan (Nasution, 2016).

Untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, para personnel (dalam hal ini guru) yang menjadi tulang punggung suatu organisasi perlu meningkatkan hasil kerja. Untuk itu diperlukan guru yang memiliki kreativitas kerja yang tinggi sehingga dalam bekerja tidak menunggu instruksi dari pimpinan. Kreativitas kerja guru yang tinggi akan dapat meningkatkan motivasi kerjanya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Syamsul, 2017).

Pada umumnya seorang guru dapat mencapai hasil kerja dengan baik apabila dalam dirinya ada keinginan dan dorongan untuk giat bekerja. Keinginan dan dorongan untuk giat bekerja atau biasa disebut dengan motivasi kerja, merupakan salah satu faktor penentu bagi seorang guru dalam mewujudkan kerjanya (Tasrif, 2014).

Timbulnya motivasi dalam diri guru untuk bekerja banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar dirinya. Motivasi kerja yang berasal dari dalam diri guru disebut motivasi internal, sedangkan motivasi kerja yang berasal dari luar diri guru dikenal dengan motivasi eksternal (Triyaningsih, 2014).

Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seorang guru akan menimbulkan motivasi internalnya. Sebagai contoh seorang guru yang ingin berprestasi dalam kerjanya maka dirinya akan rajin, berusaha menyelesaikan semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik dan tepat pada waktunya.

Keberadaan motivasi internal pada diri guru tentunya harus didukung oleh motivasi eksternal yang berada di luar diri guru, misalnya: suasana kerja yang ada dalam sekolah dimana guru itu bekerja. Suasana kerja yang menyenangkan akan meningkatkan motivasi kerja guru (Alhusaini et al., 2020).

Seorang guru yang berusaha bekerja dengan baik, akan mencapai hasil kerja yang baik pula bila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Di samping itu gaji yang memadai bagi setiap guru haruslah benar-benar sesuai dengan beban kerja yang diberikan sehingga guru akan tetap termotivasi untuk giat bekerja dan berkonsentrasi penuh dalam melaksanakan pekerjaannya (Tasrif, 2014).

Oleh karena itu, pimpinan perlu mengenal motivasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari gurunya. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa bawahannya sedang bekerja demi kemajuan organisasi. “Seorang manajer dapat menggunakan motivasi eksternal yang positif maupun negatif. Motivasi positif memberikan penghargaan untuk pelaksanaan kerja yang baik. Motivasi negatif memberlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja jelek”. (Reksohadiprodjo & Handoko, 2001)

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi kerja guru. Salah satunya adalah kepemimpinan atasan. Setiap pimpinan tentunya memiliki gaya kepemimpinan di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Menurut Rensis Likert seperti dikutip Siagian, gaya kepemimpinan dapat diketahui dari: kepemimpinan yang dijalankan, kebiasaan yang dilakukan dalam memotivasi, berkomunikasi, berinteraksi, caranya mengambil keputusan, menetapkan tujuan dan melakukan control (Siagian, 1985).

Untuk menciptakan kepuasan kerja tentunya pertimbangan perlu dilakukan di dalam menerapkan gaya yang tepat sesuai dengan karakter yang dimiliki para guru. Jika pimpinan mampu menempatkan posisinya sesuai dengan fungsinya, maka kondisi kerja di kantor yang dipimpinnya akan mendukung untuk kerja. Guru sebagai bawahan juga akan memiliki penilaian yang positif tentang kepemimpinan atasan. Penilaian yang positif seorang guru tentang kepemimpinan atasan akan terwujud jika atasan mampu bekerja dan menempatkan dirinya sesuai dengan perannya. Penilaian yang positif akan menyebabkan guru bekerja lebih bersemangat sehingga motivasi kerjanya juga baik (Suprihatin, 2015).

Memanusiawikan guru dapat dilakukan oleh sekolah sebagai suatu lembaga atau oleh sekolah. Sikap untuk tidak merendahkan bawahan bahkan sikap menghargai bawahan sebagai manusia perlu ditanamkan. Menghargai bawahan sebagai manusia berarti menganggap mereka sama, yang kebetulan berkedudukan lebih rendah. Dengan demikian, setiap pemimpin harus belajar menghargai anak buah.

Perubahan-perubahan tersebut, menuntut berbagai tugas yang harus dikerjakan oleh para tenaga kependidikan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, mulai dari level makro sampai pada level mikro, yakni tenaga kependidikan di sekolah. Di sekolah terdapat dua komponen yang paling berperan dan sangat menentukan kualitas pendidikan; yakni sekolah dan guru.

Sekolah merupakan figur sentral yang harus menjadi teladan bagai para tenaga kependidikan lain di sekolah. Oleh karena itu, untuk menunjang keberhasilan dalam perubahan-perubahan yang dilakukan dan diharapkan diperlukan sekolah yang memiliki jiwa kepemimpinan, sehingga dapat mengemban tugas dan fungsinya secara profesional dalam arti mau dan mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap berbagai kebijakan dan perubahan yang dilakukan secara efektif dan efisien.

Sekolah yang mempunyai jiwa kepemimpinan sangat membantu tugasnya dalam melaksanakan hubungan kerja dengan guru, administrasi, komite sekolah bahkan interaksi dengan peserta didik. Kepemimpinan juga diperlukan untuk menjalin hubungan dengan atasan, sesama sekolah, masyarakat dan pemerhati pendidikan. Dengan demikian keberhasilan sekolah ditentukan salah satunya oleh jiwa kepemimpinan. Menurut Ndara (dalam Yunus, 2005:94) bahwa, “Kepemimpinan adalah gejala sosial kemampuan seseoarang (suatu pihak) untuk mempengaruhi orang lain melalui dirinya sendiri dengan cara tertentu sehingga perilaku orang lain itu berusaha atau tetap menjadi integratif.”

Sekolah saat ini mempunyai kemampuan kepemimpinan yang bervariasi ada yang sudah representatif sehingga tidak mempunyai kesulitan untuk memimpin, tetapi banyak juga yang belum representatif jiwa kepemimpinannya, pada hal tugas sekolah dipandang sangat sentral. Sebagai pemimpin formal, sekolah bertanggungjawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan ke arah prestasi belajar peserta didik.

Untuk itu sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan, maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam hal ini strategi kepemimpinan yang dilaksanakan menjadi sangat penting, karena laju perkembangan kegiatan atau program pendidikan yang ada pada setiap sekolah ditentukan oleh arahan, bimbingan serta visi yang ingin dicapai sekolah.

Sekolah sebagai sebuah organisasi memiiliki budaya dan karakteristik tersendiri. Budaya organisasi suatu sekolah bisa dikatakan sebagai kualitas kehidupan (the quality of life) dalam sebuah organisasi yang termanipestasikan dalam aturan-aturan atau norma-norma, tata kerja, kebiasaan kerja (work habits), kepemimpinan (operating styles of principals) seorang atasan maupun bawahan.

Kualitas kehidupan sebuah sekolah biasanya dapat diwujudkan dalam bentuk bagaimana sekolah, para guru, dan tenaga kependidikan lainnya bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lain, sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Sekolah memiliki nilai-nilai disiplin dan tanggung jawab misalnya yang tumbuh dan berkembang di sekolah adalah latar fisik, lingkungan, suasana, sifat, dan iklim kediplitan dan tanggung jawab.

Semua struktur sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan prosedur kerja sekolah, kebijakan dan aturan-aturan sekolah, tata tertib dan hubungan formal maupun informal sekolah mencerminkan kedisiplinan dan tanggung jawab. Dampaknya, perilaku yang tumbuh dan berkembang di sekolah dari budaya tersebut adalah guru yang penuh disiplin dalam melaksanakan tugas, memiliki kinerja yang tinggi, ketertiban sekolah yang dijunjung tinggi.

Budaya organisasi sekolah merupakan apa yang dilihat dan dirasakan warga sekolah terhadap lingkungan sekolah akan berpengaruh terhadap bagaimana warga sekolah memiliki konsep dirinya sendiri, kemampuan bekerja secara efektif dan melakukan hubungan interpersonal dengan sesama guru dan sekolah. Di sisi lain seharusnya budaya organisasi harus mampu membentuk warga sekolah menjadi manusia yang penuh optimis, berani tampil berperilaku kooperatif dan memiliki kinerja yang baik. Menurut (Hersey & Blanchard, 1995) bahwa, “Budaya organisasi dapat mempengaruhi motivasi, kinerja dan kepuasan kerja.”

Berkaitan dengan motivasi Hoy dan Misket (dalam Purwanto, 1990:72) menjelaskan bahwa, Motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-pernyataan keterangan (tension states), atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatann yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan personal.”

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa budaya organisasi dapat mempengaruhi meningkatnya motivasi personal kearah pencapaian tujuan, hal ini sesuai dengan tujuan motivasi itu sendiri yakni untuk menggerakkan atau menggugah seseoarang agar timbul keinginan dan kemaunnya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.

Dengan demikian dengan meningkatnya motivasi guru maka akan terlihat pada kinerja yang meningkat pula dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kinerja guru adalah penampilan kerja guru dalam melaksanakan tugasnya yang baik yang berkenaan dengan kemamuan fisik/material maupun fisik/non material, di dalamnya termasuk kemamuan akademik, kemamuan administratif, maupun kemampuan sosial, sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni, kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial. Kinerja yang baik bagi seseorang guru adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal, mewujudkan potensi, dorongan untuk mengembangkan tugas dan kewajibannya.

Mengingat peran kepemimpinan sangat sentral dalam penciptaan budaya organisasi sekolah untuk memberikan dampak positif terhadap meningkatnya motivasi kerja guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga akan berdampak pula terhadap peningkatan kualitas pendidikan sebagai tujuan utamanya, maka diperlukan kajian yang lebih mendalam.

Maksud penelitian ini adalah untuk menyimpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk membahas masalah yang diidentifikasi. Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui, memahami, dan menganalisis bagaimana hubungan kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi terhadap motivasi kerja guru di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan; (2) Mengetahui, memahami, dan menganalisis bagaimana hubungan kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan; dan (3) Mengetahui, memahami, dan menganalisis bagaimana hubungan budaya organisasi dengan motivasi kerja guru di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan.


Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis korelasional. Penelitian ini bersifat non eksperimen dan data dijaring dengan menggunakan kuesioner yang berbentuk skala. Hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat tersebut dapat digambarkan dalam bentuk konstelasi hubungan sebagai berikut:

Keterangan:

X1 : Kepemimpinan sekolah

X2 : Budaya organisasi

Y : Motivasi kerja guru


Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika deskriptif digunakan untuk menyajikan data setiap variabel secara tunggal. Sedangkan statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

Statistika deskriptif yang digunakan adalah perhitungan skor rata-rata, median, modus, standar deviasi, tabel frekuensi dan histogram. Statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan analisis korelasi sederhana serta analisis regresi ganda dan analisis korelasi ganda.

Sebelum menguji hipotesis terlebih dahulu diadakan pengujian persyaratan analisis, yaitu normalitas galat baku taksiran setiap regresi sederhana dan homogenitas variansi motivasi kerja (Y) atas masing-masing variabel bebas penelitian yaitu kepemimpinan sekolah (X1) dan budaya organisasi (X2).

Pengujian statistik menggunakan hipotesis nol dan hipotesis alternatif sebagai berikut:

  1. Hipotesis pertama

  1. Hipotesis kedua

  1. Hipotesis ketiga

Keterangan:

H0 = hipotesis nol

H1 = hipotesis satu atau hipotesis alternatif

= koefisien korelasi positif antara kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja

= koefisien korelasi positif antara budaya organisasi dengan motivasi kerja

= koefisien korelasi positif berganda antara kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan motivasi kerja.


Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ternyata ketiga hipotesis alternatif yang diajukan secara signifikan dapat diterima. Uraian masing-masing penerimaan ketiga hipotesis yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 7,026 jauh lebih besar dari pada nilai ttabel pada taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 2,423 atau 7,026 > t0,01(38) = 2,423. Pola hubungan antara kedua variabel ini dinyatakan oleh persamaan regresi = 33,36 + 0,74X1. Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit kepemimpinan sekolah akan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan motivasi kerja guru sebesar 0,74 pada konstanta 33,36.

Hasil analisis korelasi sederhana antara kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru diperoleh nilai koefisien korelasi ry1 sebesar 0,752. Nilai ini memberikan pengertian bahwa keterkaitan antara kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru cukup dan positif, artinya makin baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru makin tinggi pula motivasi kerja guru tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin kurang baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru, makin rendah pula motivasi kerja guru tersebut.

Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel kepemimpinan sekolah terhadap motivasi kerja guru dapat diketahui dengan jalan mengkuadratkan peroleh nilai koefisien korelasi sederhananya. Hasil pengkuadratan nilai koefisien korelasi sederhananya adalah sebesar 0,57. Secara statistik nilai ini memberikan pengertian bahwa kurang lebih 57 persen variasi perubahan motivasi kerja seorang guru ditentukan/dijelaskan oleh kepemimpinan sekolah seorang guru dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya, jika seluruh guru Di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan dites kepemimpinan sekolah dan motivasi kerja gurunya, maka lebih kurang 57 persen variasi pasangan skor kedua variabel tersebut akan berdistribusi dan mengikuti pola hubungan antara variabel kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru sesuai persamaan garis regresi = 33,36 + 0,74X1.

Kedua, pengujian hipotesis kedua menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara budaya organisasi dengan motivasi kerja guru yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 6,021 jauh lebih besar dari pada nilai ttabel pada taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 2,423 atau t = 6,021 > t0,01(38) = 2,423. Pola hubungan antara kedua variabel ini dinyatakan oleh persamaan regresi = 36,46 + 0,71X2.

Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit skor budaya organisasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan skor motivasi kerja guru sebesar 0,71 pada konstanta 36,46.

Hasil analisis korelasi sederhana antara budaya organisasi dengan motivasi kerja guru diperoleh nilai koefisien korelasi ry2 sebesar 0,699. Nilai ini memberikan pengertian bahwa keterkaitan antara budaya organisasi dengan motivasi kerja guru cukup dan positif, artinya makin baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja akan makin tinggi motivasi kerja guru tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin kurang baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, makin rendah pula motivasi kerjanya.

Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel budaya organisasi terhadap motivasi kerja guru dapat diketahui dengan jalan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi sederhananya. Hasil pengkuadratan nilai koefisien korelasi sederhananya adalah sebesar 0,49. Secara statistik nilai ini memberikan pengertian bahwa kurang lebih 49 persen variansi perubahan motivasi kerja seorang guru ditentukan/dijelaskan oleh budaya organisasinya dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya jika seluruh guru Di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan diukur budaya organisasi dan motivasi kerja gurunya, maka lebih kurang 49 persen variasi pasangan skor kedua variabel tersebut akan berdistribusi dan mengikuti pola hubungan antara variabel budaya organisasi dengan motivasi kerja guru melalui persamaan garis regresi = 36,46 + 0,71X2.

Ketiga, pengujian hipotesis menyimpulkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan motivasi kerja guru yang ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 38,683. Nilai ini jauh lebih besar dari pada nilai Fhitung pada taraf signifikansi alpha 0,01 yaitu 7,31, atau F = 38,683 > F0,01(2;37) = 7,31. Pola hubungan antara ketiga variabel yang dinyatakan oleh persamaan regresi ganda = 11,59 + 0,51X1 + 0,41X2. Persamaan ini memberikan informasi bahwa setiap perubahan satu unit skor kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan motivasi kerja guru sebesar 0,51 atau 0,41.

Hasil analisis korelasi ganda antara kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi diperoleh nilai koefisien korelasi ganda sebesar Ry12 sebesar 0,822. Nilai ini menunjukkan bahwa keterkaitan antara kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan motivasi kerja guru cukup dan positif. Dengan demikian berarti makin baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru dan makin baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, makin tinggi pula motivasi kerja guru tersebut. Sebaliknya makin kurang baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru dan makin kurang baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, makin rendah pula motivasi kerja guru tersebut.

Besarnya sumbangan atau kontribusi variabel kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dapat diketahui melalui nilai koefisien determinasi sebesar 0,68. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa lebih kurang 68 persen variasi perubahan motivasi kerja guru ditentukan/ dijelaskan oleh kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan pola hubungan fungsionalnya seperti ditunjukkan oleh persamaan regresi tersebut di atas. Artinya jika seluruh guru Di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan diteliti kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan melihat motivasi kerja gurunya, maka lebih kurang 68 persen variasi pasangan skor ketiga variabel akan mengikuti pola persamaan regresi = 11,59 + 0,51 X1 + 0,41X2.


Kesimpulan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ketiga hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini diterima, dan menolak hipotesis nol (H0). Beberapa kesimpulan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pertama, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru Di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan. Ini berarti bahwa makin baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru makin tinggi pula motivasi kerja guru tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin kurang baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru, makin rendah pula motivasi kerja guru tersebut. Oleh karena itu kepemimpinan sekolah merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan dalam memprediksi motivasi kerja guru.

Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan rumus analisis uji t diperoleh nilai thitung = 7,026 sedangkan harga ttabel (38,01) sebesar 2,423. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepemimpinan sekolah dengan motivasi kerja guru, karena kriteria perhitungan adalah thitung > ttabel (7,026 > 2,423).

Meskipun secara statistik berhasil diuji terdapat hubungan yang positif antara kedua variabel, peneliti menyadari bahwa faktor kepemimpinan sekolah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tinggi rendahnya motivasi kerja guru. Masih ada faktor lain yang mungkin berperan terhadap motivasi kerja seperti budaya organisasi, aktualisasi diri, pembagian kerja, promosi jabatan, komunikasi intenal, keterampilan kerja, dan faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Kedua, terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dengan motivasi kerja guru Di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan. Ini berarti bahwa makin baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, akan makin tinggi pula motivasi kerja guru tersebut. Demikian pula sebaliknya, makin kurang baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, makin rendah pula motivasi kerja guru tersebut. Oleh karena itu budaya organisasi merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan di dalam memprediksi motivasi kerja guru.

Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan rumus analisis uji t diperoleh nilai thitung = 6,021 sedangkan harga ttabel (38,01) sebesar 2,423. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara budaya organisasi dengan motivasi kerja guru, karena kriteria perhitungan adalah thitung > ttabel (6,021 > 2,423).

Meskipun secara statistik berhasil diuji terdapat hubungan yang positif antara kedua variabel, peneliti menyadari bahwa faktor budaya organisasi bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tinggi rendahnya motivasi kerja guru. Masih ada faktor lain yang mungkin berperan terhadap produktivitas kerja seperti kepemimpinan sekolah, aktualisasi diri, pembagian kerja, promosi jabatan, komunikasi internal, pengembangan karier, keterampilan kerja, dan faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Ketiga, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan motivasi kerja guru Di UPTD Pendidikan Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan. Dengan demikian berarti bahwa makin baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru dan makin baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, makin tinggi pula motivasi kerja guru tersebut. Sebaliknya makin kurang baik kepemimpinan yang dijalankan sekolah pada seorang guru dan makin kurang baik budaya organisasi tempat seorang guru bekerja, makin rendah pula motivasi kerja guru tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi, merupakan dua variabel yang penting untuk diperhatikan dalam menjelaskan peningkatan motivasi kerja seorang guru.

Hasil analisis uji “F” diperoleh besaran sebesar 38,683. Besaran ini dikonsultasikan dengan besaran Ftabel (0.01) diperoleh besaran sebesar 7,31, yang menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara kepemimpinan sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan motivasi kerja guru sangat signifikan.















Bibliografi


Alhusaini, A., Kristiawan, M., & Eddy, S. (2020). Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru. Jurnal Pendidikan Tambusai, 4(3), 2166–2172.


Dacholfany, M. I. (2017). Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia Islami Di Indonesia Dalam Menghadapi Era Globalisasi. At-Tajdid: Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 1(01).


Hersey, P., & Blanchard, K. (1995). Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Manusia. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.


Larasati, S. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia. Deepublish.


Nasution, W. N. (2016). Kepemimpinan pendidikan di sekolah. Jurnal Tarbiyah, 22(1).

Reksohadiprodjo, S., & Handoko, T. H. (2001). Organisasi perusahaan: teori, struktur dan perilaku. Edisi Kedua, Cetakan Ketigabelas, BPFE Yogyakarta.


Siagian, S. P. (1985). Organisasi kepemimpinan dan perilaku administrasi. Gunung Agung.


Suprihatin, S. (2015). Upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro, 3(1), 73–82.


Syamsul, H. (2017). Penerapan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru pada Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Idaarah: Jurnal Manajemen Pendidikan, 1(2).


Tajibu, K. (2019). Komunikasi Pengawas Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Sekolah Dasar Di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Jurnal Dakwah Tabligh, 20(1), 40–55.


Tasrif, M. J. (2014). Hubungan antara Loyalitas dan Lingkungan Kerja dengan Motivasi Kerja Pegawai PT. Madani Hotel Medan Sumatera Utara. JURNAL EKONOMI, 16(2), 249–265.


Triyaningsih, S. L. (2014). Analisis pengaruh disiplin kerja, motivasi kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Informatika, 1(2).


Utaminingsih, A. (2014). Perilaku Organisasi: Kajian Teoritik & Empirik Terhadap Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepercayaan dan Komitmen. Universitas Brawijaya Press.





INKUBIS: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 2 No. 1 Juli 2020 59